Selasa, 15 Juli 2014

PUTRI SALJU DAN TUJUH KURCACI

Putri Salju dan Tujuh Kurcaci (Snow White)

Brothers Grimm

Di suatu pertengahan musim dingin, ketika salju berjatuhan dari langit seperti bulu, seorang ratu duduk menjahit di dekat jendela. Rangka kayu yang digunakan untuk membordir terbuat dari kayu ebony yang hitam pekat. Sambil membordir, sang Ratu menatap salju yang turun dan tanpa sengaja jarinya tertusuk oleh jarum sehingga tiga tetes darahnya jatuh membasahi salju. Saat ia melihat betapa terang warna merahnya, ia berkata kepada dirinya sendiri, "Saya berharap mempunyai anak yang putih seperti salju, merah seperti darah, dan hitam seperti kayu ebony!".
Tidak lama setelah itu, sang Ratu melahirkan seorang putri yang kulitnya putih seputih salju, bibirnya merah semerah darah, dan rambutnya hitam sehitam kayu ebony , dan diberinya nama Putri Salju. Saat sang Putri lahir, sang Ratu pun meninggal dunia.

Setelah setahun berlalu, sang Raja menikah kembali dengan seorang wanita yang sangat cantik, tetapi angkuh dan tidak senang apabila ada yang melebihi kecantikannya. Sang Ratu yang baru memiliki sebuah cermin ajaib, di mana sang Ratu sering berdiri memandang ke dalam cermin dan berkata:
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Dan sang Cermin selalu menjawab, "Anda adalah yang tercantik dari semuanya".
Dan sang Ratu pun merasa puas, karena tahu bahwa Cermin ajaibnya tidak pernah berkata bohong.

Putri Salju sekarang tumbuh makin lama makin cantik, dan saat ia dewasa, kecantikannya jauh melebihi kecantikan sang Ratu sendiri. Sehingga suatu hari ketika sang Ratu bertanya kepada cerminnya:
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Sang Cermin menjawab, "Ratu, anda cantik, tetapi Putri Salju lebih cantik dari anda."

Sang Ratu menjadi terkejut dan warna mukanya menjadi kuning lalu hijau oleh rasa cemburu, dan semenjak saat itu, ia berbalik membenci Putri Salju. Semakin lama, rasa cemburunya bertambah besar, hingga dia tidak memiliki kedamaian lagi. Ia lalu memerintahkan seorang pemburu untuk membinasakan Putri Salju.
"Bawalah Putri Salju ke suatu hutan, sehingga saya tidak akan pernah melihatnya lagi. Kamu harus membinasakannya dan membawa hatinya sebagai bukti kepadaku.
Sang pemburu setuju, membawa Putri Salju ke suatu hutan; akan tetapi saat ia menarik pedangnya, Putri Salju menangis, dan berkata:
"Wahai, pemburu, janganlah membunuhku, saya akan pergi dan masuk ke dalam hutan liar, dan tidak akan kembali lagi."
Pemburu yang menaruh rasa kasihan, berkata:
"Pergilah kalau begitu, putri yang malang;" karena sang Pemburu berpikir bahwa binatang liar di hutan akan memangsa Putri Salju, dan saat ia melepaskan Putri Salju, hatinya menjadi lebih ringan seolah-olah terbebas dari gencetan batu yang berat. Saat itu juga dilihatnya seekor babi hutan berlalu, dan sang Pemburu menangkap babi hutan tersebut lalu mengeluarkan hatinya untuk dibawa ke sang Ratu sebagai bukti.

Putri Salju yang sekarang berada dalam hutan liar, merasa ketakutan yang luar biasa dan tidak tahu harus mengambil tindakan apa saat ketakutan melanda. Kemudian dia mulai berlari, berlari di atas batu-batuan yang tajam dan berlari menembus semak-semak yang berduri, dan binatang liar pun mengerjarnya, tetapi tidak untuk menyakiti Putri Salju. Ia berlari selama kakinya mampu membawa ia pergi, dan saat malam hampir tiba, ia tiba di sebuah rumah kecil. Putri Salju pun masuk ke dalam untuk beristirahat. Segala sesuatu yang berada di dalam rumah, berukuran sangat kecil, tetapi indah dan bersih. Di rumah tersebut terdapat bangku dan meja yang di alas dengan taplak putih, dan di atasnya terdapat tujuh buah piring, pisau makan, garpu dan cangkir minum. Di dekat dinding, terlihat tujuh ranjang tidur kecil, saling bersebelahan, dan dilapisi dengan seprei putih juga. Putri Salju menjadi sangat lapar dan haus, makan dari tiap-tiap piring sedikit bubur dan roti, dan minum sedikit dari tiap-tiap cangkir, agar ia tidak menghabiskan satu piring saja. Akhirnya Putri Salju merasa lelah dan membaringkan dirinya di satu ranjang, tetapi ranjang tersebut ada yang terlalu pendek, ada yang terlalu panjang, untungnya, ranjang yang ke-tujuh sangat sesuai dengan tinggi badannya; dan ia pun tertidur di tempat tidur tersebut.

Saat malam tiba, pemilik rumah pulang ke rumah dan mereka adalah tujuh orang kurcaci yang pekerjaannya menggali terowongan bawah tanah di pegunungan. Saat mereka menyalakan tujuh lilin yang menerangi seluruh rumah, mereka sadar bahwa ada orang yang telah masuk ke dalam rumah tersebut karena beberapa hal telah berpindah tempat, tidak seperti saat mereka meninggalkan rumah.
Yang pertama berkata, "Siapa yang telah duduk di kursi kecilku?"
Yang kedua berkata, "Siapa yang telah makan dari piring kecilku?"
Yang ketiga berkata, "Siapa yang mengambil roti kecilku?"
Yang keempat berkata, "Siapa yang telah memakan buburku?"
Yang kelima berkata, "Siapa yang telah menggunakan garpuku?"
Yang keenam berkata, "Siapa yang telah memotong dengan pisauku?"
Yang ketujuh berkata, "Siapa yang telah minum dari cangkirku?"
Kemudian yang pertama, melihat ke sekeliling rumah dan melihat tanda-tanda bahwa kasurnya telah ditiduri, berteriak, "Siapa yang telah tidur di ranjangku?"
Dan saat yang lainnya juga datang, mereka berkata, "Seseorang juga telah tidur di tempat tidurku!"

Ketika kurcaci yang ketujuh melihat ranjangnya, dia melihat Putri Salju yang tertidur di sana, kemudian dia menyampaikan ke kurcaci lain, yang datang tergesa-gesa untuk melihat Putri Salju, dan dalam keterkejutan mereka, mereka masing-masing mengangkat lilinnya untuk melihat Putri Salju dengan lebih jelas.
"Ya Tuhan! kata mereka, "siapakah putri yang cantik ini?" dan karena mereka gembira melihat Putri Salju, mereka tidak tega untuk membangunkannya. Kurcaci yang ketujuh terpaksa tidur bergantian dengan teman-temannya, setiap satu jam, di tiap-tiap ranjang temannya sampai malam berlalu.
Menjelang pagi, ketika Putri Salju terbangun dan melihat ketujuh kurcaci, Putri Salju menjadi ketakutan, tetapi mereka terlihat bersahabat dan bahkan menanyakan namanya  dan bagaimana dia bisa tiba di rumah mereka. Putri Salju pun bercerita bagaimana ibunya berharap agar dia meninggal, bagaimana sang Pemburu membiarkannya hidup, bagaimana ia lari sepanjang hari, hingga tiba ke rumah mereka.

Para kurcaci kemudian berkata, "Jika kamu mau membersihkan rumah, memasak, mencuci, merapihkan tempat tidur, menjahit, dan mengatur semuanya agar tetap rapih dan bersih, kamu bisa tinggal di sini, dan kamu tidak akan kekurangan apapun."

"Saya sangat setuju," katan Putri Salu, dan ia pun tinggal di rumah tersebut sambil mengatur rumah. Pada pagi hari para kurcaci ke gunung untuk menggali emas, pada malam hari saat mereka pulang, mereka telah disiapkan makan malam. Setiap Putri Salju ditinggal sendiri, para kurcaci sering memberi nasehat:
"Berhati-hatilah pada ibu tiri mu, dia akan tahu bahwa kamu ada di sini. Jangan biarkan seorangpun masuk ke dalam rumah."

Ratu yang telah melihat bukti kematian Putri Salju yang berupa hati, yang dibawa oleh pemburu, menjadi tenang, berdiri di depan cermin dan berkata:
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Dan sang Cermin menjawab, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Putri Salju yang hidup di sebuah rumah kecil beserta tujuh orang kurcaci, seribu kali lebih cantik."

Ratu menjadi terkejut saat mendengarkannya, dan ia akhirnya tahu bahwa sang Pemburu telah menipunya, dan Putri Salju masih hidup. Ia pun berpikir keras untuk menghabisi Putri Salu, karena selama ia bukanlah wanita tercantik diantara semua, rasa cemburunya tidak akan bisa membuat ia bisa beristirahat dengan tenang. Akhirnya ia pun mendapatkan rencana, ia menyamarkan wajahnya dan memakai pakaian yang biasa dipakai oleh wanita tua agar tidak ada yang bisa mengenalinya. Dalam penyamarannya, ia melalui tujuh gunung hingga akhirnya tiba di rumah milik tujuh kurcaci. Ia pun mengetuk pintu dan berkata:
"Barang bagus untuk dijual! barang bagus untuk dijual!"
Putri Salju mengintip dari jendela dan menjawab:
"Selamat siang, apa yang anda jual?"
"Barang bagus," katanya, "Pita berbagai macam warna" dan dia kemudian menyerahkan sebuah pita yang terbuat dari sutera.
"Saya tidak perlu takut untuk membiarkan wanita tua ini masuk," pikir Putri Salju, lalu ia pun membuka pintu dan membeli pita yang indah.
"Betapa cantiknya kamu, anakku!" kata wanita tua, "kemarilah dan biarkan saya membantu kamu untuk memakaikan pita ini."
Putri Salju yang tidak curiga, berdiri di depannya dan membiarkan wanita tua itu memasangkan pita untuknya, tetapi wanita tua itu dengan cepat mencekik Putri Salju dengan pita hingga Putri Salju jatuh dan seolah-olah meninggal dunia.
"Sekarang saatnya kamu berhenti sebagai wanita tercantik," kata wanita tua sambil berlalu pergi.

Tidak lama setelah itu, menjelang malam, para kurcaci pulang ke rumah, dan mereka semua terkejut melihat Putri Salu terbaring di tanah, tidak bergerak; mereka mengangkatnya dan saat mereka melihat pita yang melilit leher Putri Salju, mereka memotongnya dan saat itu Putri Salju bernapas kembali. Saat kurcaci mendengar cerita dari Putri Salju, mereka berkata,
"Wanita tua yang menjadi penjual keliling, pastilah tidak lain dari ratu yang jahat, kamu harus berhati-hati saat kami tidak berada di sini!"
Ketika ratu yang jahat tiba di rumah dan bertanya kepada sang Cermin:
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Jawabannya sama dengan sebelumnya, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Putri Salju yang hidup di sebuah rumah kecil beserta tujuh orang kurcaci, seribu kali lebih cantik."
Saat mendengar jawaban tersebut, ia menjadi terkejut karena tahu bahwa Putri Salju masih hidup.
 "Sekarang, saya harus memikirkan cara lain untuk membinasakan Putri Salju." Dan dengan sihirnya, ia membuat sisir yang mengandung racun. Kemudian dia menyamar menjadi seorang perempuan tua yang lain. Lalu pergi menyeberangi tujuh gunung dan datang ke rumah tujuh kurcaci. Ia mengetuk pintu dan berkata,
"Barang bagus untuk dijual! barang bagus untuk dijual!"
Putri Salju melihat keluar dan berkata,
"Pergilah, Saya tidak akan membiarkan siapapun masuk."
"Tapi kamu tidak dilarang untuk melihat-lihat," kata si wanita tua sambil mengeluarkan sisir beracun dan memegangnya. Sisir tersebut sangat menggoda Putri Salju sehingga ia akhirnya membuka pintu dan membeli sisir itu, dan kemudian wanita tua itu berkata:
"Sekarang, rambutmu harus disisir dengan benar."
Putri Salju yang malang tidak berpikir akan adanya mara-bahaya, membiarkan wanita itu menyisir rambutnya, dan tidak lama kemudian, sisir pada racun mulai bekerja dan Putri Salju pun terjatuh tanpa daya.
"Ini adalah akhir bagimu," kata si wanita tua sambil berlalu. Untungnya hari sudah hampir malam dan para kurcaci pulang tidak lama setelah kejadian itu. Saat mereka melihat Putri Salju terbaring di tanah seperti telah meninggal, mereka langsung berpikir bahwa ini adalah perbuatan ibu tiri yang jahat. Secepatnya mereka menarik sisir yang masih melekat di rambut Putri Salju dan saat itupun Putri Salju terbangun, lalu menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Para kurcaci memperingatkan ia untuk lebih berhati-hati lagi dan jangan pernah membiarkan orang masuk.

Saat ratu tiba di rumah, ia berdiri di depan cermin dan berkata,
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Jawabannya sama dengan sebelumnya, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Putri Salju yang hidup di sebuah rumah kecil beserta tujuh orang kurcaci, seribu kali lebih cantik."

Ketika ratu mendengar ini, ia menjadi gemetar karena marah, "Putri Salju harus mati, walaupun saya juga harus mati!" Lalu ia masuk ke kamar rahasianya dan di sana ia membuat sebuah apel racun. Apel yang cantik dan menggiurkan, berwarna putih dan merah. Siapapun yang melihatnya pasti tergiur dan siapapun yang memakannya walaupun sedikit, akan mati keracunan. Saat apel itu telah siap, ia pun menyamar kembali dan berpakaian seperti wanita petani, lalu ia menyeberangi tujuh gunung di mana tujuh kurcaci tinggal. Dan ketika ia mengetuk pintu, Putri Salju melongokkan kepala melalui jendela dan berkata,
"Saya tidak berani membiarkan siapapun masuk, tujuh kurcaci sudah melarang saya."
"Baiklah," kata si wanita, "Saya hanya ingin memberikan sebuah apel ini kepadamu."
"Tidak," kata Putri Salju, "Saya tidak berani mengambil apapun."
"Apakah kamu takut akan racun?" tanya si wanita, "lihatlah, saya akan membelah apel ini menjadi dua bagian, kamu akan mendapatkan bagian yang berwarna merah, dan saya bagian yang putih."
 Apel tersebut dibuat dengan cerdiknya, sehingga bagian yang beracun adalah bagian yang berwarna merah. Putri Salju menjadi tergiur akan kecantikan apel itu, dan ketika ia melihat si wanita petani memakan apel bagiannya, Putri Salju menjadi tidak tahan lagi, ia mengulurkan tangannya keluar dan mengambil bagian apel yang beracun. Tidak lama setelah ia memakan apel tersebut, ia pun terjatuh dan sepertinya meninggal. Sang Ratu jahat, tertawa keras dan berkata,
"Putih seperti salju, merah seperti darah, hitam seperti ebony! kali ini, kurcaci takkan dapat menghidupkan kamu kembali."
Lalu ia pun pulang dan bertanya kepada cerminnya,
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Cermin menjawab, "Anda adalah yang tercantik dari semuanya".
Hati ratu yang tadinya penuh dengan kecemburuan, akhirnya menjadi tenang dan bahagia.

Para kurcaci, saat pulang di malam hari, menemukan Putri Salju terbaring di tanah, dan tak ada nafas lagi yang keluar dari hidungnya. Mereka mengangkatnya, mencari-cari racun yang membunuh Putri Salju, memotong pitanya, menyisir rambutnya, mencucinya dengan air dan anggur, tetapi semua sia-sia, putri malang itu telah meninggal. Mereka akhirnya menaruh Putri Salju dalam sebuah peti, dan mereka semua duduk mengelilinginya, menangisi kematiannya selama tiga hari penuh. Walaupun meninggal, Putri salju terlihat seolah-olah masih hidup dengan pipinya yang merona. Para kurcaci kemudian berkata,
"Kita tidak akan menguburnya di tanah yang gelap." Lalu merekapun membuat peti yang terbuat dari gelas yang bening sehingga mereka dapat melihat Putri Salju dari segala sisi. Putri Salju dibaringkan di peti tersebut, dan di peti itu ditulislah nama Putri Salju dengan tulisan emas, beserta kisah bahwa ia adalah putri seorang raja. Kemudian mereka meletakkan peti itu di atas gunung, dan salah satu dari mereka selalu tinggal untuk mengawasinya. Burung-burung pun datang berkunjung dan turut berduka, yang datang pertama adalah burung hantu, lalu burung gagak, lalu seekor burung merpati.

Untuk beberapa lama, Putri Salju terbaring di peti gelas itu dan tidak pernah berubah, terlihat seolah-olah tidur. Ia masih tetap seputih salju, semerah darah dan rambutnya sehitam ebony. Suatu ketika seorang pangeran lewat di hutan yang menuju ke rumah kurcaci. Saat ia melihat peti di puncak gunung beserta Putri Salju yang cantik di dalamnya, ia menjadi jatuh cinta, dan setelah ia membaca tulisan yang ada pada peti itu. Ia berkata kepada para kurcaci,
"Biarkan saya memiliki peti beserta Putri Salju ini, saya akan memberikan apapun yang kalian minta."
Tetapi kurcaci menolak dan mengatakan bahwa mereka tidak mau berpisah dengan Putri Salju walaupun dibayar dengan emas yang ada di seluruh dunia. Tetapi sang Pangeran berkata,
"Saya memintanya dengan amat sangat, karena saya tidak akan bisa hidup tanpa melihat Putri Salju; Jika kalian setuju, saya akan serta merta membawa kalian semua dan menganggap kalian seperti saudaraku sendiri."

Saat sang Pangeran berbicara dengan sungguh hati, para kurcaci menjadi iba dan memberikan sang Pangeran peti yang berisikan Putri Salju, dan sang Pangeran pun memanggil pelayan-pelayannya untuk mengangkat peti tersebut ke istana. Di perjalanan, seorang pelayan terantuk pada semak-semak sehingga peti yang diangkatnya menjadi terguncang dan sedikit miring. Saat itulah apel beracun yang ada pada kerongkongan Putri Salju, keluar dari mulutnya. Putri Salju membuka matanya dan membuka penutup peti, turun dan berdiri dalam keadaan sehat-walafiat.
"Oh, dimanakah saya berada?" tanyanya. Sang Pangeran secepatnya menjawab dengan hati riang, "Kamu aman di dekatku," dan menceritakan semua yang terjadi. Sang Pangeran lalu berkata lagi,
"Saya lebih memilih kamu dibandingkan dengan apapun yang ditawarkan oleh dunia; ikutlah bersama saya menuju istana ayahku dan jadilah pengantinku."
Putri Salju yang baik hati, ikut bersama pangeran dan direncanakanlah pesta perkawinan yang meriah untuk mereka berdua.
Ibu tiri Putri Salju juga ikut diundang menghadiri pesta dan saat berhias di cermin, ia pun bertanya pada cermin ajaibnya:
"Cermin di dinding, Siapa yang tercantik diantara semua?"
Cermin menjawab, "Ratu, walaupun kecantikanmu hampir tidak ada bandingannya, Pengantin yang baru ini seribu kali lebih cantik."

Sang Ratu menjadi marah dan mengutuk karena kecewa, ia hampir saja membatalkan kehadirannya di pesta pernikahan Putri Salju, tetapi rasa penasarannya membuat ia tetap pergi. Saat ia melihat pengantin wanita, ia menjadi terkejut karena pengantin wanita tersebut tidak lain adalah Putri Salju. Kemarahan serta ketakutan bercampur aduk menjadi satu dan saat itu juga, sang Ratu yang jahat tersedak karena marahnya, terjatuh dan meninggal, sedangkan Putri Salju dan pangeran, hidup bahagia selama-lamanya.

PRINCESS AURORA - SLEEPING BEAUTY


Putri Tidur


Di jaman dahulu kala, hiduplah seorang Raja dan Ratu yang tidak memiliki anak; masalah ini membuat Raja dan Ratu sangatlah sedih. Tetapi di suatu hari, ketika sang Ratu berjalan di tepi sungai, seekor ikan kecil mengangkat kepalanya keluar dari air dan berkata, "Apa yang kamu inginkan akan terpenuhi, dan kamu akan segera mempunyai seorang putri."

Apa yang ikan kecil tersebut ramalkan segera menjadi kenyataan; dan sang Ratu melahirkan seorang gadis kecil yang sangat cantik sehingga sang Raja tidak dapat menahan kegembiraannya dan mengadakan perjamuan besar besaran. Dia lalu mengundang semua sanak keluarga, teman dan seluruh penduduk dikerajaannya. Semua peri yang ada dikerajaannya juga turut diundang agar mereka dapat ikut menjaga dan memberikan berkah kepada putri kecilnya. Di kerajaannya terdapat tiga belas orang peri dan sang Raja hanya memiliki dua belas piring emas, sehingga Raja tersebut memutuskan untuk mengundang dua belas orang peri saja dan tidak mengundang peri yang ketiga belas. Semua tamu dan peri telah hadir dan setelah perjamuan mereka memberikan hadiah-hadiah terbaiknya untuk putri kecil itu, satu orang peri memberikan kebaikan, peri yang lainnya memberikan kecantikan, yang lainnya lagi memberikan kekayaan, dan begitu pula dengan peri-peri yang lainnya sehingga putri kecil itu hampir mendapatkan semua hal-hal yang terbaik yang ada di dunia. Ketika peri yang kesebelas selesai memberikan berkahnya, peri ketiga belas yang tidak mendapat undangan dan menjadi sangat marah itu, datang dan membalas dendam. Dia berkata, "Putri Raja dalam usianya yang kelima belas akan tertusuk oleh jarum jahit dan meninggal." Kemudian peri yang kedua belas yang belum memberikan berkahnya kepada sang Putri, maju kedepan dan berkata bahwa kutukan yang dikatakan oleh peri ketiga belas tersebut akan terjadi, tetapi dia dapat memperlunak kutukan itu, dan berkata bahwa sang Putri tidak akan meninggal, tetapi hanya jatuh tertidur selama seratus tahun.

Raja berharap agar dia dapat menyelamatkan putri kesayangannya dari ancaman kutukan itu dan memerintahkan semua jarum jahit di istananya harus di bawa keluar dan dimusnahkan. Sementara itu, semua berkah yang diberikan oleh peri-peri tadi terwujud, sang Putri menjadi sangat cantik, baik budi, ramah-tamah dan bijaksana, hingga semua orang mencintainya. Tepat pada usianya yang kelima belas, Raja dan Ratu kebetulan meninggalkan istana, dan sang Putri ditinggalkan sendiri di istana. Sang Putri menjelajah di istana sendirian dan melihat kamar-kamar yang ada pada istana itu, hingga akhirnya dia masuk ke satu menara tua dimana terletak satu tangga sempit menuju ke atas yang berakhir dengan satu pintu kecil. Pada pintu tersebut tergantung sebuah kunci emas, dan ketika dia membuka pintu tersebut, dilihatnya seorang wanita tua sedang menjahit dengan jarum jahit dan kelihatan sangat sibuk.

"Hai ibu yang baik," kata sang Putri, "Apa yang kamu lakukan disini?"
"Menjahit dan menyulam," kata wanita tua itu, kemudian menganggukkan kepalanya.
"Betapa cantiknya hasil sulaman mu!" kata sang Putri, dan mengambil jarum jahit dan mulai ikut menyulam. Tetapi secara tidak sengaja dia tertusuk oleh jarum tersebut dan apa yang diramalkan sewaktu dia masih kecil, terjadi, sang Putri jatuh ke tanah seolah-olah tidak bernyawa lagi.

Seperti yang diramalkan bahwa walaupun sang Putri akan tertusuk oleh jarum jahit, sang Putri tidak akan meninggal, melainkan hanya akan tertidur pulas; Raja dan Ratu yang baru saja pulang ke istana, beserta semua menteri juga jatuh tertidur, kuda di kandang, anjing di halaman, burung merpati di atas atap dan lalat yang berada di dinding, semuanya jatuh tertidur. Bahkan api yang menyalapun menjadi terhenti, daging yang dipanggang menjadi kaku, tukang masak, yang saat itu sedang menarik rambut seorang anak kecil yang melakukan hal-hal yang kurang baik, juga jatuh tertidur, semuanya tertidur pulas dan diam.

Dengan cepat tanaman-tanaman liar berduri di sekitar istana tumbuh dan memagari istana, dan setiap tahun bertambah tebal dan tebal hingga akhirnya semua tempat di telah dikelilingi oleh tanaman tersebut dan menjadi tidak kelihatan lagi. Bahkan atap dan cerobong asap juga sudah tidak dapat dilihat karena telah tertutup oleh tanaman tersebut. Tetapi kabar tentang putri cantik yang tertidur menyebar ke seluruh daratan sehingga banyak anak-anak Raja dan Pangeran mencoba untuk datang dan berusaha untuk masuk ke dalam istana itu. Tetapi mereka tidak pernah dapat berhasil karena duri dan tanaman yang terhampar menjalin dan menjerat mereka seolah-olah mereka dipegang oleh tangan, dan akhirnya mereka tidak dapat maju lagi.

Setelah bertahun-tahun berlalu, orang-orang yang telah tua menceritakan cerita tentang seorang putri raja yang sangat cantik, betapa tebalnya duri yang memagari istana putri tersebut, dan betapa indahnya istana yang terselubung dalam duri itu. Dia juga menceritakan apa yang didengarnya dari kakeknya dahulu bahwa banyak pangeran telah mencoba untuk menembus semak belukar tersebut, tetapi semuanya tidak pernah ada yang berhasil.

Kemudian seorang pangeran yang mendengar ceritanya berkata, "Semua cerita ini tidak akan menakutkan saya, Saya akan pergi dan melihat Putri Tidur tersebut." Walaupun orang tua yang bercerita tadi telah mencegah pangeran itu untuk pergi, pangeran tersebut tetap memaksa untuk pergi.

Saat ini, seratus tahun telah berlalu, dan ketika pangeran tersebut datang ke semak belukar yang memagari istana, yang dilihatnya hanyalah tanaman-tanaman yang indah yang dapat dilaluinya dengan mudah. Tanaman tersebut menutup kembali dengan rapat ketika pangeran tersebut telah melaluinya. Ketika pangeran tersebut akhirnya tiba di istana, dilihatnya anjing yang ada di halaman sedang tertidur, begitu juga kuda yang ada di kandang istana, dan di atap dilihatnya burung merpati yang juga tertidur dengan kepala dibawah sayapnya; dan ketika dia masuk ke istana, dia melihat lalat tertidur di dinding istana, dan tukang masak masih memegang rambut anak yang kelihatan meringis dalam tidur, seolah-olah tukang masak itu ingin memukuli anak tersebut.
 
Ketika dia masuk lebih kedalam, semuanya terasa begitu sunyi sehingga dia bisa mendengar suara nafasnya sendiri; hingga dia tiba di menara tua dan membuka pintu dimana Putri Tidur tersebut berada. Putri Tidur terlihat begitu cantik sehingga sang Pangeran tidak dapat melepaskan matanya dari sang Putri. Sang Pangeran lalu berlutut dan mencium sang Putri. Saat itulah sang Putri membuka matanya dan terbangun, tersenyum kepada sang Pangeran karena kutukan sang peri ketiga belas telah patah.

Mereka berdua lalu keluar dari menara tersebut dan saat itu Raja dan Ratu juga telah terbangun termasuk semua menterinya yang saling memandang dengan takjub. Kuda-kuda istana pun terbangun dan meringkik, anjing-anjing juga melompat bangun dan menggonggong, burung-burung merpati di atap mengeluarkan kepalanya dari bawah sayapnya, melihat sekeliling lalu terbang ke langit; lalat yang didinding langsung beterbangan kembali; api didapur kembali menyala; tukang masak yang tadinya memegang rambut seorang anak laki-laki dan ingin menghukumnya melanjutkan hukumannya dengan memutar telinga anak tersebut hingga anak tersebut menangis.

Akhirnya Raja dan Ratu mengadakan pesta pernikahan untuk sang Putri dan Pangeran yang berakhir dengan kebahagiaan sepanjang hidup mereka.

Selasa, 24 Juni 2014

PERSAHABATAN JAGJAG SI AYAM

Pak Didi punya halaman rumah yang sangat luas. Pak Didi sangat menyukai binatang. Maka dari itu di halaman rumahnya, pak Didi memelihara banyak sekali binatang.
Disana ada 2 ekor kelinci lucu berwarna coklat dan putih, seekor kucing, 2 ekor ayam, dan 5 ekor burung yang semuanya berada dalam sangkar yang indah.
Semua binatang di halaman rumah Pak Didi sangat akrab satu dengan yang lainnya. Kadang-kadang salah satu kelinci Pak Didi yang bernama Keli mengungjungi sangkar burung Beo bernama Abi untuk sekedar bercanda dan ngobrol-ngobrol. Teruma si Kucing bernama Mogi, ia sangat bersahabat dengan binatang-binatang yang lain.
Mereka semua berteman dan bersahabat baik. Kecuali Si Jagjag dan Bika, kedua ayam itu tidak pernah mau berteman dengan siapapun. Jagjag dan Bika selalu berdua, mencari makan berdua, main berdua, tidak pernah ikut bermain dengan binatang yang lainnya.
Mogi, si Kucing yang ramah selalu berusaha mengajak Jagjag dan Bika untuk bermain, tetapi Jagjag dan Bika selalu menolak. 
Pernah di suatu sore, Abi si burung Beo bertanya kepada si Jagjag “Hy, Jagjag. Kenapa sih kamu tidak mau bermain bersama kami?”
“Iya, kenapa kamu tidak mau bermain bersama kami?” sahut Keli, si kelinci coklat.
“Aku tidak mau bermain sama kalian, karena kalian kotor dan miskin. Lihat rumah kami, rumah kami besar, sedangkan rumah kalian kecil. Apalagi rumah si Burung Kacamata, dia miskin. Aku juga tidak mau berteman dengan Keli dan Cici si kelinci karena kalian kotor. Sedangkan aku, aku dimandikan setiap oleh Pak Didi.” Jawab si Jagjag dengan nada sombong.
“Lalu kenapa kamu tidak mau bermain dengan aku? Aku tidak kotor, rumah aku juga besar.” Tanya Mogi.
“Iya, mogi saja yang bulunya bagus dan rumahnya besar tidak sombong seperti kamu, Jagjag. Mogi tetap berteman dengan kami.” Tiba-tiba si Burung Kacamata menyela.
“Hmm, pokoknya aku tidak mau bermain dengan kalian. Kalian berbeda denganku. Aku cuma mau main sama Bika. Dia sahabat aku satu-satunya.”
Akhirnya percakapan sore itu berakhir. Mereka pulang ke kandangnya masing-masing.
Pagipun tiba, matahari sudah terbit. Biasanya sebelum matahari terbit, suara kongkorongok Jagjag sudah terdengar, tetapi pagi ini Jagjag belum bersuara juga.
Teman-teman yang lain heran, kelinci bertanya-tanya pada si burung, begitupun sebaliknya. Tetapi tidak ada satupun yang tahu, kenapa Jagjag tidak bersuara padahal matahari sudah terbit.
Mereka sebenarnya ingin mendekati si Jagjag, melihat ke dalam kandangnya tetapi mereka tidak berani karena sifat si Jagjag yang angkuh dan tidak mau berteman dengan mereka.
Siangpun tiba, biasanya Jagjag dan Bika keluar dari kandang untuk jalan-jalan di bawah sinar matahari sambil menunjukkan bulu-bulu mereka yang berwarna. Tetapi sampai siang ini, Jagjag dan Bika belum keluar kandang.
Akhirnya,si Keli berinisiatif untuk memanggil Mogi yang masih berada di dalam rumah Pak Didi. Kandang Mogi memang ada di dalam rumah Pak Didi. Keli menyelusup masuk ke rumah Pak Didi yang sedang ramai oleh para manusia.
“Mogi, sini!” Keli berbisik perlahan.
“Ada apa?” Jawab Mogi yang sedang asik mencium bau ikan di pintu dapur.
“Si Jagjag kok tidak bersuara dari tadi, padahal matahari sudah terbit. Sampai siang ini Jagjag dan Bika juga belum keluar dari kandangnya.” Ucap Keli perlahan.
“Hmm, jangan-jangan..” Mogi tiba-tiba ingat pada Bu Sisil, istri Pak Didi yang tadi pagi sedang memasak daging ayam.
Mogi langsung berlari keluar menuju kandang si Jagjag dan Bika, Kelipun mengikuti Mogi dari belakang.
Sesampainya disana, Mogi, Keli, Cici, Abi, dan yang lainnya langsung menuju kandang si Jagjag.
Mereka melihat si Jagjag sedang duduk termenung seorang diri di dalam kandang besarnya.
Mogi mengelus dadanya, bersyukur di dalam hati ternyata ayam yang digoreng Bu Sisil bukanlah si Jagjag. Tetapi kemana Bika? Kenapa Jagjag hanya sendiri?
“Jagjag, kamu kenapa murung? Hari ini kenapa kamu tidak bersuara untuk membangunkan kami?” Tanya Abi.
Jagjag hanya diam tidak menjawab.
“Jagjag, kamu kenapa sendirian? Kemana Bika, sahabatmu?” Tanya Mogi.
Keli, Cici, Abi, dan yang lainnya langsung memperhatikan kandang si Jagjag, mereka baru sadar kalau ternyata Bika tidak ada di kandang.
Lalu, si Jagjagpun menceritakan kejadiannya kepada Mogi. Rupanya, Jagjag sedang bersedih karena sahabatnnya, Bika, seekor ayam betina yang ceria telah pergi meninggalkannya tadi pagi. Bika diambil oleh Pak Didi untuk dijadikan ayam goreng.

“Aku sedih Bika pergi meninggalkanku, sekarang aku tidak punya teman lagi.” Ucap Jagjag.
“Suruh siapa kamu tidak mau bersahabat dengan kami! Akibatnya, waktu teman kamu Bika pergi kamu tidak punya teman lagi. Haha, kamu kasian sekali!” Celetuk Abi dengan Nada sinis.
“Hus, kamu tidak boleh berbicara seperti itu! Jagjag kan sedang bersedih. Kita harus menghiburnya, bukan menertawakannya.” Jawab Mogi dengan nada lembut.
“Tapi Abi benar, Mogi.  Jagjag kan ayam yang sombong, dia juga suka menghina teman-teman dan menghinaku miskin. Lagipula Jagjag tidak pernah menganggap kita teman. Jadi biarkan saja si Jagjag sendirian!” Ucap si Kacamata dengan nada kesal.
Jagjag hanya terdiam. Selain bersedih, Jagjag juga menyesal karena dulu menolak mereka untuk menjadi sahabatnya.
“Tapi bagaimanapun juga kita harus menganggap Jagjag sebagai sahabat kita. Meskipun Jagjag sudah jahat, tetapi kita tidak boleh membalas kejahatannya. Kita harus membalas keburukan dengan kebaikan.” Ucap Mogi.
“Iya, Mogi benar.” Jawab Keli dan Cici sambil mengangguk. Teman-teman yang lainnyapun ikut menyetujui ucapan Mogi.
“Makanya, lain kali kamu jangan pilih-pilih teman. Pilih-pilih teman itu tidak baik. meskipun kita berbeda, tapi di hadapan Tuhan kita sama. Aku masih mau kok jadi teman kamu.” Keli berusaha menghibur Jagjag.
“Iya, aku juga mau.” Jawab Kacamata.
“Aku juga!”
“Aku juga!”
Semuanya berseru mau berteman dengan Jagjag. Jagjagpun menangis karena terharu.
“Teman-teman makasih ya kalian masih mau menganggapku sebgai teman. Maafkan aku, aku sudah jahat sama kalian.” Jagjag mulai berbicara dengan nada sedih.
“Iya, tidak apa-apa. Kita kan teman, jadi harus saling memaafkan kesalahan.” Jawab Mogi.
Jagjagpun keluar dari kandangnya, dan bermain bersama para kelinci, burung dan kucing.